WELCOME TO MY BLOG, DON'T FORGET TO LEAVE A COMMENT _ Selamat datang di blog saya, jangan lupa tinggalkan komentar... THANK YOU :)

Jumat, 29 November 2013

Letak Wilayah dan Pengaruhnya bagi Keadaan Alam Indonesia

1. Letak Astronomis
Letak astronomis adalah letak suatu tempat berdasarkan garis lintang dan garis bujurnya. Garis lintang adalah garis khayal yang melintang melingkari bumi. Garis bujur adalah garis khayal yang menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan. Secara astronomis, Indonesia terletak antara 95O BT - 141O BT dan 6O LU - 11O LS. Dengan letak astronomis tersebut, Indonesia termasuk ke dalam wilayah tropis. Wilayah tropis dibatasi oleh lintang 23,5O LU dan 23,5O LS.

2. Letak Geografis
Letak geografis adalah letak suatu negara dilihat dari kenyataan di permukaan bumi.
Secara geografis, Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra. Benua yang
mengapit Indonesia adalah Benua Asia yang terletak di sebelah utara Indonesia dan Benua Australia yang terletak di sebelah selatan Indonesia. Samudra yang mengapit Indonesia adalah Samudra Pasifik di sebelah timur Indonesia dan Samudra Hindia di sebelah barat Indonesia.
Wilayah Indonesia juga berbatasan dengan sejumlah wilayah. Batas-batas wilayah Indonesia dengan wilayah lainnya adalah seperti berikut.
• Di sebelah utara, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Singapura, Palau, Filipina
dan Laut China Selatan.
• Di sebelah selatan, Indonesia berbatasan dengan Timor Leste, Australia, dan Samudra
Hindia.
• Di sebelah barat, Indonesia berbatasan dengan Samudra Hindia.
• Di sebelah timur, Indonesia berbatasan dengan Papua Nugini dan Samudra Pasifik.

Letak geografis Indonesia sangat strategis karena menjadi jalur lalu lintas perdagangan dunia antara negara-negara dari Asia Timur dengan negara-negara di Eropa, Afrika dan Timur Tengah, dan India. Kapal-kapal dagang yang mengangkut berbagai komoditas dari China, Jepang, dan negara-negara lainnya melewati Indonesia menuju negara-negara tujuan di Eropa. Indonesia juga dilewati jalur perdagangan dari Asia ke arah Australia dan Selandia Baru.
Letak geografis memberi pengaruh bagi Indonesia, baik secara sosial, ekonomi, maupun
budaya. Karena menjadi jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia, bangsa Indonesia telah lama menjalin interaksi sosial dengan bangsa lain. Interaksi sosial melalui perdagangan tersebut kemudian menjadi jalan bagi masuknya berbagai agama ke Indonesia, seperti Islam, Hindhu, Buddha, Kristen, dan lain-lain. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam menjual berbagai komoditas atau hasil bumi seperti kayu cendana, pala, lada, cengkih, dan hasil perkebunan lainnya. Sementara negara-negara lain menjual berbagai produk barang seperti kain dan tenunan halus, porselen, dan lain-lain ke Indonesia. Selain keuntungan, letak geografis Indonesia juga memberi dampak yang merugikan. Budaya dari negara lain yang tidak selalu sesuai dengan budaya Indonesia kemudian masuk dan memengaruhi kehidupan budaya bangsa Indonesia, misalnya pergaulan bebas, kesantunan, dan lain-lain. Selain itu, Indonesia juga rentan terhadap masuknya barang-barang terlarang, misalnya narkoba, senjata api, dan barang-barang selundupan lainnya.






Konektivitas Antar-Ruang dan Waktu

Dalam suatu Kejadian bisa dibahas dalam beberapa aspek yaitu : aspek ruang, aspek wakrtu, aspek kemasyarakatan dan aspek budaya. Untuk mengerti tentang alam sekitar dan prilaku masyarakat maka harus diawali dengan kamampuan untuk memahami hubungan timbal balik antara ruang dan waktu.

Secara umum ruang merupakan suatu daerah atau tempat yang ada di muka bumi secara sebagian maupun keseluruhan permukaannya. Dalam suatu kelas dalam sekolah itu bisa dikatakan ruang, yang terdiri atas dinding, bangku, papan tulis, lantai, langit-langit, dll. Ruang bukan hanya tanah yang menjadi tempat berpijak tapi juga udara, air, batuan, hewan, dan sebagainya.

Ruang juga bukan hanya udara yang kita hirup, tetapi juga lapisan-lapisan di atasnya yang biasa disebut atmosfer. Sedangkan ruang yang berisi air atau cairan itu bisa dicontohkan laut, danau serta sungai. Selain itu juga ada air yang berada di bawah muka bumi yang disebut air tanah.

Di dalam permukaan tanah juga terdapat lapisan yang terdiri batuan dan bahan tambang yang bisa menjadi bahan yang berguna dalam kehidupan. Makhluk hidup yang ada disekitar kita yang terdiri atas hewan, tumbuhan dan manusia juga bagian dari ruang. Jadi dapat disimpulkan ruang adalah suatu tempat dan unsur-unsur lain yang mempunyai peran yang bisa berpengaruh terhadap kehidupan yang ada di bumi.

Sedangkan waktu ialah urutan peristiwa yang sedang berlangsung sehingga ada bagian mulai, sedang dan berakhir. Rangkaian dari mulai sampai selesai itulah disebut waktu. Jadi semua peristiwa yang ada didunia ini pasti ada rentang waktu yang membatasinya.

Pertanyaan selanjutnya adalah diantara waktu dan ruang adakah keterikatan satu dengan lainnya ? Jawabannya bisa dari contoh berikut:

1. Banjir tahunan yang terjadi di Jakarta, banjir tersebut terjadi pada setiap musim hujan. Hal ini dikarenakan rusaknya hutan yang ada di Kabupaten Bogor sehingga air sebagian besar mengalir kesungai sedangkan sebagian kecil yang terserap ke tanah. Dan Jakarta menjadi korban luapan air kiriman dari Kabupaten Bogor.

2. Ada perbedaan antara kota dan desa. Di kota segala fasilitas ada, sehingga penduduk desa berduyung-duyung pergi ke kota untuk bisa menikmati segala fasilitas tersebut.

Dari dua contoh di atas dapat dapat disimpulkan :

1. aspek ruang antara Jakarta dan Bogor dan aspek waktu ketika musim hujan yang menyebabkan banjir di Jakarta.

2. Adanya perbedaan ruang yang lebih mengutungkan di Kota, Sehingga dalam waktu tertentu masyarakat desa akan pergi ke kota untuk menikmati fasilitas yang lengkap di kota.

Selain terikat oleh ruang, suatu gejala atau peristiwa juga terikat oleh waktu. Sebagai
contoh ‘terjadi peristiwa banjir di Jakarta pada tahun 2013’. Peristiwa banjir tersebut terikat
oleh ruang, yaitu Jakarta dan waktu, yaitu tahun 2013. Suatu peristiwa bahkan seringkali
tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan rangkaian dari peristiwa sebelumnya. Sebagai contoh,
kemerdekaan yang kamu nikmati saat ini merupakan hasil perjuangan para pahlawan kita
dulu. Alangkah tidak berterimakasihnya kita jika kita tidak menghargai jasa para pahlawan
yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan yang kita nikmati saat ini.
Dalam sejarah, konsep waktu sangat penting untuk mengetahui peristiwa masa lalu dan
perkembangannya hingga saat ini. Konsep waktu dalam sejarah mempunyai arti masa atau
periode berlangsungnya perjalanan kisah kehidupan manusia. Waktu dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang.
Kisah masa lampau suatu masyarakat terjadi di satu ruang. Ruang tersebut dapat
merupakan daerah kecil seperti rukun tetangga (RT), dapat juga mencakup wilayah yang
lebih luas seperti provinsi atau negara.
Ruang atau tempat digunakan manusia sebagai tempat tinggal dan tempat melakukan
interaksi antara satu dan yang lainnya. Mereka saling menyapa, menegur, berkenalan, dan
saling memengaruhi. Manusia tidak dapat hidup sendiri. Mereka selalu berhubungan dengan
manusia lain. Hubungan tersebut tercermin dalam interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan
kunci dalam sendi-sendi kehidupan sosial karena tanpa interaksi, tidak mungkin terjadi
aktivitas sosial. Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis, baik yang
menyangkut hubungan antara individu dan individu, antara individu dan kelompok, maupun
antara kelompok dan kelompok lain (Soekanto, 2003). Interaksi sosial dapat terjadi antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

Interaksi sosial mendasari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya satu dan
lainnya. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia menciptakan berbagai hal untuk membuat
kehidupan mereka menjadi lebih baik. Mereka mengembangkan teknologi, nilai, dan norma
untuk bergaul, organisasi sosial-budaya-politik, ilmu pengetahuan, dan berbagai lapangan
kerja untuk mendapatkan kenyamanan hidup. Dengan kemampuan itu, manusia melakukan
perubahan-perubahan terhadap alam dan lingkungan tempat tinggal mereka. Apa yang sudah
mereka hasilkan diwariskan ke generasi penerusnya untuk dikembangkan lebih baik.
Dalam keadaan tertentu, manusia tidak mampu mengubah alam dan lingkungan fisik untuk
memenuhi apa yang mereka perlukan. Lingkungan fisik tempat manusia tinggal mempunyai
keterbatasan tertentu untuk menghasilkan sumber daya yang mereka perlukan. Apa yang
manusia perlukan dihasilkan oleh lingkungan lainnya. Sebaliknya, apa yang dihasilkan oleh
lingkungan mereka diperlukan oleh manusia di lingkungan lain.
Sumber daya yang tidak merata antar wilayah menimbulkan kelangkaan komoditas
tertentu di suatu wilayah. Kelangkaan dapat terjadi karena sumber daya yang tersedia tidak
sebanding dengan kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia berarti munculnya
masalah pemenuhan kebutuhan yang disebut masalah ekonomi.
Masalah ekonomi muncul karena adanya kebutuhan manusia yang tidak terbatas, sedangkan
alat pemenuhan kebutuhan, berupa barang dan jasa, terbatas adanya. Ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan ketersediaan alat pemuas kebutuhan disebut kelangkaan. Untuk
mengatasi kelangkaan, diperlukan kegiatan ekonomi yang menunjangnya. Dalam kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi ditentukan oleh interaksi sosial.
Kebutuhan manusia dipenuhi melalui proses interaksi sosial. Interaksi sosial sudah terjadi
sejak manusia ada. Pada zaman nenek moyang kita, pemenuhan kebutuhan hidup diawali
dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Dengan makin meningkatnya kebutuhan
dan keterbatasan ruang serta sumber daya, manusia mulai hidup menetap dan bercocok
tanam.
Untuk memenuhi kebutuhan akan barang yang belum mampu dihasilkan sendiri, manusia
melakukan barter. Barter adalah cara berdagang yang dilakukan oleh masyarakat melalui

pertukaran barang. Cara ini dilakukan ketika belum ditemukan uang sebagai alat tukar.

Penerapan Undang-undang Guru dan Dosen

Sebelum UUGD disahkan, guru pernah di posisikan sebagai "manusia suci", semacam resi yang pintar dan tulus berbudi. Dan mungkin inilah yang menjadikan penyebab kenapa kita seperti tidak serius memikirkan kesejahteraan para guru, karena memang pernah tertanam kesadaran bahwa guru itu hidup sederhana dan ikhlas berjuang. Tetapi sekarang, kita sepakat, sudah sepantasnya guru mendapatkan kesejahteraan, hidup yang layak, sehingga (mungkin) dengan kesejahteraan yang diperolehnya seorang guru menjadi lebih serius dalam menjalankan tugasnya.
Setelah Undang Undang Guru dan Dosen (UUGD) disahkan dan disosialisakan, banyak kalangan berlomba-lomba ingin menjadi guru. Maka kemudian, banyak perguruan tinggi ramai-ramai membuka program Akta IV, sebagai jalan pintas mendapatkan sertifikat mengajar bagi lulusan non-pendidikan. Satu sisi program itu dibuka dengan tujuan untuk membantu lulusan non-pendidikan yang punya kemauan menjadi guru untuk bisa mendapatkan sertifikat mengajar, tapi di sisi lain program itu terkadang tidak memberikan bekal yang maksimal untuk menciptakan guru-guru yang profesional.
UUGD memang menjadi tantangan sekaligus harapan bagi para guru. Harapan itu muncul karena UU tersebut secara jelas dan tegas menjanjikan terwujudnya hak-hak guru secara optimal serta mewajibkan guru untuk tampil secara profesional dengan sejumlah persyaratan dan kriteria yang harus dipenuhi untuk mengukuhkan keprofesionalannya. Guru seharusnya sudah memegang sejumlah syarat serta kriteria keprofesionalan sebagaimana yang disebutkan dalam UUGD, yakni kompetensi kepribadian, sosial, pedagogik, profesional. Syarat itu sudah mesti ada, meskipun kita belum mempunyai lembaran kompetensi yang resmi. Dengan logika sederhana itu, kompetensi atau kualifikasi keprofesioanalan guru sudah ada bersamaan dengan disandangnya nama guru pada seseorang.
Di sahkannya UUGD pada tanggal 6 Desember 2005 menarik minat banyak kalanganuntuk menjadi guru. Sayangnya keinginan itu timbul lebih banyak karena diakibatkan oleh iming-iming bermacam tunjangan, bukan karena ingin menjadi pendidik yang baik.
Terlepas adanya beberapa kelemahan redaksional, maupun kesan keragu-raguan dalam menyajikan substansi, kehadiran Undang-Undang Guru dan Dosen patutkita syukuri, khususnya dilihat dari adanya kesadaran akan pentingnya pengakuan nyata terhadap keberadaan tenaga kependidikan sebagai profesi. Ambivalensi pengakuan terhadap jasa tenaga kependidikan selama ini, ternyata hanya melahirkan kesan, menjadi guru atau dosen bukanlah pilihan utama generasi muda terbaik dari bangsa ini. Buramnya nasib guru, juga dosen, menjadi miniatur buramnya wajah dunia pendidikan kita. Yang akhirnya bermuara pada rendahnya angka indeks mutu sumberdaya manusia, dan rendahnya daya saing bangsa. Tidak bijaksana pula bila mutu hasil akhir pendidikan sepenuhnya dibebankan kepada kesalahan tenaga kependidikan saja melainkan tanggungjawab bersamaJika undang-undang guru dan dosen di implementasikan secara penuh maka yang terjadi adalah tercapainya tujuan nasional pendidikan karena didorong oleh peningkatan mutu baik siswa, guru, lembaga maupun pihak lain.
Berikut adalah hal yang akan terjadi jika undang-undang guru dan dosen diimplementasikan dengan maksimal: tercapainya kesejahteraan guru, memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, meningkatnya Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi, memeliki kebebasan dalam berserikat dalam organisasi profesi, memperoleh pelatihandan pengembangna profesi dalam bidangnya, mendapatkan kesempatan untuk memperoleh peningkatan kompetensi.

Karakteristik Tes yang baik

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Salah satu teknik penilaian yang digunakan yang digunakan untuk menilai kemampuan belajar anak adalah dengan tes. Agar tes yang disusun itu dapat kita harapkan sesuai dengan prinsipnya, maka dalam menyusun soal tes harus benar-benar memenuhi beberapa kriteria. Sehingga tes itu benar-benar menilai secara tepat, sesuai dengan keadaan anak yang kita nilai.
Sebuah tes harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai alat pengukur, sebab memang tidak jarang kesimpulan penting ditarik dan keputusan penting diambil berdasarkan informasi-informasi yang berhasil diperoleh melalui penggunaan tes, padahal di lain pihak kita menyadari kelemahan-kelemahannya yang sebagaian terletak pada kurang cermatnya kita memerikasa alat penguku(tes) itu sendiri. Kadang-kadang tes yang dipergunakan tidak benar-benar mengukur apa yang mau diukurhasilpengukuran tidak cukup mantap, tidak ada patokan interpretasi yang cukup tegas tentang benar tidaknya suatu jawaban, dan kadang tes itu tidak cukupmampu menunjukkan perbedaan-perbedaan kemampuan. Untuk itu, diperlukan karakteristik atau syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan tes yang baik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa pengertian dari tes, bagaimana karakteristik tes yang baik, dan hubungan karakteristik tes yang satu dengan yang lainnya.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.         Apa yang dimaksud dengan tes?
2.         Bagaimana karakteristik tes yang baik itu?
3.         Bagaimana hubungan antara karakteristik tes yang satu dengan yang lainnya?

C.      TUJUAN
1.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tes.
2.    Untuk mengetahui bagaimana karakteristik tes yang baik.
3.    Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik tes yang satu dengan yang lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN TES
Istilah tes secara bahasa diambil dari kata “testum” yaitu suatu pengertian dalam bahasa Perancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia. Seorang ahli bernama Jamea Ms. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini melalui bukunya yang berjudul “Mental Test and Measurement”. Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan dan/atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan, psikologik atau hasil belajar yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Adapun dalam pengertian yang lebih luas, para ahli memberikan beberapa pengertian tentang tes, yaitu:
1.    Anne Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul “Psychological Testing” mengatakan bahwa tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar objektif, sehingga dapat digunakan secara meluas dan akurat untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
2.    Drs. Amir Daien Indrakusuma dalam bukunya “Evaluasi Pendidikan” mengatakan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk mengukur dan memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang atau kelompok dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
3.    Bimo Walgito mengatakan tes adalah suatu metode atau alat untuk mengadakan penyelidikan yang menggunakan soal-soal, pertanyaan atau tugas-tugas dimana persoalan-persoalan atau pertanyaan-pertanyaan itu telah dipilih dengan seksama dan telah distandardisasikan.
4.    Muchtar Bukhari dalam bukunya yang berjudul “Teknik-teknik Evaluasimengatakan bahwa tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil pelajaran tertentu pada seorang individu atau kelompok.
5.    Dikutip dari Webster’s Collegiate, tes adalah sederet pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.
Dari beberapa definisi tersebut diatas, dapat kita pahami bahwa dalam dunia pendidikan yang dimaksud dengan tes adalah serangkaian cara atau prosedur-prosedur yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang akurat  tentang suatu objek dalam rangka pengukuran dan penilaian, yang nantinya akan digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan.

B.       KARAKTERISTIK TES YANG BAIK
Sebagai suatu alat pengukur yang digunakan untuk mengukur, membandingkan dan memperoleh suatu informasi yang akurat, maka suatu tes yang baik harus memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Berikutadalah pandangan para ahli mengenai  karakteristik suatu tes yang baik:
1.    Prof. Drs. Anas Sudijono dalam bukunya yang berjudul “PengantarEvaluasi Pendidikan” (2005: 93) mengatakan bahwa setidak-tidaknya ada empat karakteristik yang harus dimiliki oleh tes yang baik yaitu: valid, reliable, objektif, dan praktis.
2.    Masrun MA dan Dra. Sri Mulyani Martaniah (1974: 117) mengatakan bahwa suatu tes yang baik harus memiliki minimal tiga hal, yaitu: validitas, reliable, dan kemampuan membandingkan.
3.    Dra. Suharsimi AK mengatakan bahwa suatu tes yang baik harus memenuhi empat syarat, yaitu: validitas, reliabilitas, objektifitas, dan praktikabilitas.
4.    Arikunto & Suharsimi dalam bukunya “Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan” mengatakan bahwa syarat-syarat tes yang baik adalah: validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas, dan ekonomis.
5.    Miller (1991: 91) dan Gronlund & Lin (199047) menyatakan bahwa ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam menentukan suatu alat ukur yang berkualitas, yaitu: validitasreliabilitas, dan praktikabilitas.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat kita lihat bahwa  tidak ada yang bertentangan antara yang satu dengan yang lain, tetapi saling melengkapi, sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria tes yang baik melingkupi:
1.    Valid atau Validitas
Kata valid sering diartikan dengan tepat, benar, dan shahih. Jadi, kata validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, dan kesahihan. Dan apabila kata valid atau validitas itu dikaitkan dengan fungsi tes sebagai pengukur, maka sebuah tes dapat dikatakan valid dan memiliki validitas apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Anas Sudijono, 2005: 93). Dengan kata lain, Validitas adalah kesesuaian antara materi ujian dan materi yang telah dipelajari (Djemari Mardapi (1996: 22)Misalnya: apabila kita memberikan tes bidang studi IPA pada anak SD kelas V, tetapi apabila tes tersebut mengukur kemampuan IPS kelas VI SD maka tes tersebut tidak mengukur pelajaran IPA tetapi mengukur kemampuan pelajaran IPS, maka jelas tes tersebut tidak memiliki validitas. Atau misalkan juga: alat thermometer dikatakan valid apabila mengukur suhu badan, tetapi dikatakan sebagai alat yang tidak valid apabila untuk mengukur tekanan udara.
Allen & Yen (1979: 970) membagi validitas kepada tiga bentuk, yaitu : validitas isi (content validity), validitas kriteria (criterion validity), dan validitas susunan (construct validity).
a.         Validitas Isi (content validity)
Validitas isi artinya kejituan atau ketepatan suatu tes ditinjau dari isi tes tersebut. Suatu tes dapat dikatakan valid apabila materi tersebut benar-benar merupakan bahan yang representatif terhadap bahan-bahan pelajaran yang telah diberikan (Wayan Nurkancana & PPN Sunartana, 1990: 143)Pembuktian hasil validitas dapat diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes atau instrument pengukuran dengan analisis rasional (Azwar, 1997:45).
b.         Validitas Susunan (construct validity)
Validitas susunan adalah kejituan atau ketepatan suatu tes ditinjau dari susunan tes tersebut  (Wayan Nurkancana & PPN Sunartana, 1990: 144). Validitas konstruk merujuk pada sejauh mana suatu tes mengukur suatu konstruk teoretik atau trait yang hendak diukurnya (Allen & Yen, 1979: 108). Konstruk dalam pengertian ini adalah berkaitan dengan aspek-aspek psikologi seseorang khususnya aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
c.         Validitas Kriteria (criterion related validity).
Validitas kriteria merupakan validitas yang menghendaki terjadinyakriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Kriteria yang dimaksud adalah variable perilaku yang akan diprediksi oleh skor tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan (Nurlaila, 2008: 68)Validitas kriteria disusun berdasarkan kriteria yang telah ada sebelumnya, dan kesahihan alat ukur dilihat dari sejauhmana hasil pengukuran tersebut sama dengan hasil pengukuran alat lain yang dijadikan kriteria. Biasanya, dalam pengukuran psikologis, yang dijadikan kriteria adalah hasil pengukuran lain yang telah dianggap sebagai alat ukur yang baik misalnya tes Stanford Binnet atau tes Weschler.

2.    Reliabilitas
Kata reliabilitas diambil dari bahasa Inggris  Reliability yang berasal dari kata Reliable yang berarti dapat dipercaya dan juga sering diterjemahkan dengan keseimbangan (stability) atau kemantapan (consistency). Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat ukur, maka suatu tes dapat dikatakan reliabel dan memiliki reliabilitas jika hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subjek yang berbeda, kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja diperiksa atau dinilai senantiasa menunjukkan hasil yang relatif sama (Anas Sudijono, 2005: 95).
Reliabilitas juga dikatakan menentukan validitas, jika suatu tes tidak reliable berarti tes tersebut tidak valid (Fernandes,1984:43). Ebel (1980:224) mengemukan bahwa suatu tes tidak dapat dikatakan bagus apabila tidak menunjukkan kualitas reliabilitasnya. Oleh karena itu, semakin tinggi reliabilitas suatu tes, maka semakin bagus kualitas tes tersebut. Dan jika dihubungkan dengan validitas, maka reliabilitas adalah ketetapan sedangkan validitas adalah ketepatan.
Misalnya: sebuah soal tes IPS sebanyak 100 soal, diberikan kepada siswa dan hasilnya siswa tersebut betul 80. Kemudian selang beberapa hari tes itu (tes yang sama) diberikan lagi pada anak tersebut dan hasilnya ternyata 81. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa tes tersebut memiliki reabilitas. Karena menunjukkan hasil yang mantap dan hasil tetap (walaupun ada perbedaan, tetapi perbedaab itu tidak berarti karena hanya 1).
Tes yang memberikan hasil yang tidak tetap atau unriliabel itu disebabkab karena harapan beberapa hal, diantaranya :
1.      Situasi pada waktu tes berlangsung.
Dalam hal ini melibatkan factor siswa yang mengerjakan tes, yang mencakup segiu fisik maupun psikis dari yang mengerjakan tes. Misalnya :
a.    kesehatan anak terganggu pada waktu mengerjakan tes.
b.    Perasaan anak yang takut, gugup atau terburu-buru pada waktu mengerjakan tes.
c.    Tidak mengerjakan tes dengan sepenuh hati.
Dari faktor-faktor tersebut di atas dapat mengakibatkan hasil tes anak tidak reliabel. Misalkan pada waktu tes pertama anak merasa gugup dan takut, dan pada waktu tes yang kedua anak sudah tidak takut dan tidak gugup karena pernah mengerjakan tes itu.

Maka hasil tes pertama dan tes kedua (dari tes yang sama) hasilnya akan tidak sama (tidak reliabel).
2.      Keadaan tes itu sendiri.
Hal ini disebabkan karena soal dari tes itu sendiri kurang baik, misalnya antara lain:
a.    Pertanyaan tidak jelas apa yang dimaksud sehingga ada kesulitan bagi anak untuk menjawab itu.
b.    Tidak ada petunjuk yang jelas bagaimana cara mengerjakan soal itu.
c.    Pertanyaan soal tes itu membingungkan, sehingga bias terjadi salah pengertian antara anak dan guru yang membuat soal.
Karena itulah agar tes yang kita susun benar-benar dapat reliabel maka kita harus memperhatikan beberapa hal, antara lain:
a.    Ciptakan situasi yang tenang dalam pelaksanaan tes. Seorang guru harus mengusahakan agar lingkungan sekitar pelaksanaan tes tidak terjadi kegaduhan.
b.    Membuat soal tes yang jelas pertanyaannya sehingga tidak terjadi salah pengertian antara murid dengan guru yang membuat soal tes. Dalam hal ini soal tes yang kita susun supaya menggunakan bahasa yang sederhana, jelas dan mudah dimengerti.
c.    Membuat petunjuk yang jelas cara mengerjakan soal tes.
d.   Membuat kunci jawaban/pola jawaban sebelum hasil tes dikoreksi.
3.      Kemampuan membandingkan
Kemampuan membandingkan merujuk pada hasil suatu tes yang  akan memberikan informasi-informasi tentang kemampuan anak. Hal yang dibandingkan adalah antara mereka yang benar-benar belajar dan mereka yang malas belajar (R. Suharno, 1984:21). Suatu tes yang sangat sukar, sehingga semua anak tidak ada yang dapat mengerjakannya dengan baik dan benar adalah bukan merupakan tes yang baik, begitu juga sebaliknya dengan suatu tes yang sangat mudah sehingga semua anak dapat mengerjakannya dengan baik dan benar. Tes-tes yang seperti itu dianggap tidak memiliki kemampuan membandingkan, karena semua anak baik yang kurang cerdas, agak cerdas, dan sangat cerdas hasilnya sama yaitu dapat mengerjakan atau tidak dapat mengerjakan. Jadi, suatu tes yang baik harus mempunyai kemampuan membedakan.
4.    Objektifitas
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa obyektifberarti tidak mengandung unsur-unsur pribadi. Dalam hubungan ini,suatu tes dapat dikatakan obyektif dan memiliki obyektivitas apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang ada. Isi atau materi tes diambil berdasarkan materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan sebelumnya dan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan (Anas Sudijono, 2005: 96). Dengan kata lain, sebuah tes dikataka memiliki obyektivitas apabila dalam pelaksanaan tes tersebut tidak ada factor subjektif yang mempengaruhi, terutama dalam system penilaian. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas, maka objektifitas lebih menekankan ketetapan  pada sistem scoring, sedangkan reliabilitas lebih menekankan ketetapan dalam hasil tes.
Contoh: soal tes IPS sebanyak 50 butir soal, setiap soal tes yang benar diberi angka 2, sehingga apabila benar semua akan memperoleh skor 100. Misalkan Ali mendapat skor 80 karena benar 40 soal tes setelah diperiksa guru A. apabila ada guru lain yang memeriksa hasil pekerjaan Ali maka skornya masih tetap 80 juga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa soal tes IPS tersebut diatas memiliki objektivitas. Tetapi apabila hasil tes Ali dari guru A dan guru B tersebut tidak sama, amaka tes itu dikatakan tidak memiliki objektivitas.Di pihak lain, seorang guru dalam mengoreksi hasil tes anak harus tidak memasukkan factor subjektif agar hasil tes itu merupakan hasil objektif, sesuai dengan kemampuan anak (nilai yang diperoleh).Dalam tes yang terbentuk subjektif sulit bagi guru untuk member nilai yang se-objektif mungki, sebab jawaban dari soal tes subjektif membutuhkan uraian-uraian, sehingga sulit bagi guru untuk member nilai yang tepat, apalagi kalau guru tidak membuat pola jawaban sebelumnya. Hal ini bias mengakibatkan dua anak akan memperoleh nilai yang tidak sama, padahal jawabannya sama. Dengan demikian hasil tes itu tidak objektif dan berarti hasil tes itu tidak memiliki objektivitas. Faktor yang mempengaruhi objektifitas adalah sebagai berikut:
a.    Bentuk Tes
Tes yang berbentuk uraian (essay), akan memberikan banyak kemungkinan kepada si penilai untuk memberikan banyak penilaian (skoring) menurut caranya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan tes bentuk uraian akan memungkinkan masuknya unsur subjektivitas dari si penilai dalam melakukan skoring.
b.    Penilai
Dengan menggunakan tes bentuk uraian, faktor subjektivitas dari seorang penilai akan dapat masuk secara lebih leluasa dan mempengaruhi pemberian skorFaktor-faktor yang dapat mempengaruhi dalam subjektivitas penilaian tersebut antara lain: kesan penilai terhadap peserta tes (hallo-effect), tulisan, bahasa, waktu pelaksanaan penilaian, dan sebagainya.
5.    Praktikabilitas dan Ekonomi
Sebuah tes dapat dikatakan memiliki praktikabilitas dan ekonomis tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. Beberapa hal yang menyangkut kepraktisan dalam alat penilaian, yaitu:
a.    Mudah diadministrasikan, dalam artian tidak memerlukan tenaga yang banyak, serta tidak memerlukan keahlian yang tinggi  sehingga dapat dikerjakan oleh setiap guru.
b.    Mudah dilaksanakan. Misalnya tidak membutuhkan peralatan yang banyak dan rumit.
c.    Lengkap, dalam artian dilengkapi dengan cara penjawaban yang baik dan benar, kunci jawaban dan pedoman penilaian.
d.   Tidak memerlukan biaya atau ongkos yang terlalu tinggi dan waktu yang lama.
6.      Mudah dalam Pelaksanaannya
Hendaknya, tes yang kita buat dapat dilaksanakan dengan mudah, ditinjau dari segi waktu, pengawasan, dan pengadministrasian. Sehingga pelaksanaan tes itu tidak bertele-tele dan rumit.
7.      Mudah dalam Pemberian Nilai
Agar soal tes itu mudah dalam pemberian nilai, hendaknya kita membuat ketentuan-ketentuan terlebih dahulu angka skor dari tiap-tiap tes. Misalnya setia soal tes yang betul diberi angka satu, dan setelah diketahui skor dari masing-masing anak, hendaknya skor itu diubah dalam bentuk nilai berskala 1-10.
Setelah memenuhi kriteria-kriteria tes yang baik, bukan berarti tes tersebut telah sempurna dan tidak memiliki kemungkinan untuk salah. Berikut ada beberapa cara untuk meningkatkan kebaikan tes.
a.         Perencanaan tes yang baik
b.         Penyusunan soal tes yang tepat
c.         Sistem pemberian angka
C.      HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK TES YANG SATU DENGAN YANG LAINNYA
Di atas telah kita bahas kriteria tes yang baik diantaranya validitas, realibilitas, dan objektivitas. Dari ketiga kriteria tes tersebut, satu dengan yang lainnya selalu berkaitan dan mempunyai hubungan yang positif, dan saling melengkapi.
Seorang guru dalam menyusun tes harus betul-betul memperhatikan tentang validitas, realibilitas, dan objektivitas tes. Agar tes yang disusun dapat mengukur kemampuan anak yang sebenarnya. Seorang guru menyususn soal tes yang disesuaikan dengan bahan pengajaran yang diberikan, tetapi tidak memperhatikan bagaimana seharusnya membuat pertanyaan yang tepat dan spesifik, atau tidak memperhatikan bahasa pertanyaan yang jelas, maka tes-tes tersebut tidak akan dapat menggambarkan atau memberi keterangan yang tepat dan objektif dari seorang yang di tes. Dengan demikian, jelaslah bahwa seorang guru dituntut untuk memahami benar tentang pengertian dari prinsip validitas, realibilitas, dan objektivitas. Agar tes yang disusun berhasil sesuai yang diharapkan.
Memang tugas seorang guru tidak hanya membuat soal tes saja. Sehingga sulit baginya kalau harus mencari dan menghitung validitas, realibilitas dari soal yang telah disusun. Kesulitan ini dapat ditinjau dari segi waktu maupaun segi kemampuan. Namun demikian, bukan bukan berarti guru tidak perlu memperhatikan kriteria tes yang baik. Tugas guru tidak hanya sekedar membuat soal tes, kemudian dilaksanakan kemudian dibuang. Guru harus selalu meneliti tes yang telah disusun. Apakah tesnya sudah baik atau belum. Setidak-tidaknya guru harus memperhatikan syarat-syarat validitas isi dan validitas susun.

BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Tes adalah serangkaian cara atau prosedur-prosedur yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang akurat  tentang suatu obyek dalam rangka pengukuran dan penilaian, yang nantinya akan digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan hal-hal yang berkaitandengan pendidikan.
Sebagai suatu alat pengukur yang digunakan untuk mengukur, membandingkan dan memperoleh suatu informasi yang akurat, mak suatu tes yang baik harus memiliki karakteristik-karakteristik tertentu, yaitu:
  1. Valid atau Validitas.
  2. Reliabilitas.
  3. Kemampuan membandingkan.
  4. Obyektifitas.
  5. Praktikabilitas dan Ekonomi.
  6. Mudah dalam pelaksanaannya.
  7. Mudah dalam Pemberian Nilai.
DAFTAR PUSTAKA

Sudijono, Anas. 1998. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada.
______, 1984. Teknik Penilaian Pendidikan. Mojokerto.
Tim PEKERTI AA. 2007. Panduan Evaluasi Pembelajaran. Surakarta: UNS.
Trasidi, Iding. Kontribusi Pengetahuan Guru SLB-C tentang Kontribusi Tes Hasil Belajar
            dengan Kualitas Tes Matetakita SLDP Tunagrahita Kelas Enam yang Dibuatnya.
            Bandung: FIP UPI.