Sejarah alam semesta jauh
lebih panjang jika dibandingkan dengan sejarah kehidupan manusia di muka bumi.
Manusia pertama kali muncul di muka bumi ini kira-kira 3.000.000 tahun yang
lalu, tepatnya pada zaman plestosin. Dalam keseluruhan sejarah bumi, zaman
plestosin ini merupakan bagian dari masa geologi yang paling singkat.
Sebaliknya, bagi sejarah umat manusia zaman plestosin merupakan zaman yang
paling tua. Untuk mengetahui perkembangan manusia sejak awal kehidupannya di
muka bumi atau sejak zaman prasejarah, kita perlu mempelajari terlebih dahulu
periodisasi atau pembabakan zaman prasejarah dan sejarah di muka bumi.
Pembabakan itu dapat dilakukan secara geologis, arkeologis, dan sosial-ekonomi.
Ketiga pembabakan atau periodisasi tersebut akan diuraikan secara singkat
berikut ini.
a. Pembabakan zaman
secara geologis
Dengan pembabakan zaman
secara geologis kita hendak memahami proses pembentukan bumi. Kita mau menjawab
pertanyaan kapankah dunia mulai ada, muncul atau terjadi? Dengan bantuan
geologi (dan para ahli geologi atau geologist) kita dapat menentukan
bahwa bumi kita sudah berusia 2.500 juta tahun. Pada saat awal terciptanya,
bumi
sangat panas sehingga
tidak ada satu mahkluk hidup yang mampu hidup. Mahkluk hidup mulai ada sejalan
dengan semakin mendinginnya bumi. Menurut para ahli geologi, sejarah
perkem-bangan bumi dapat dibagi menjadi 4 babakan pokok (periode), yakni zaman
archaeikum, paleozoikum, mezozoikum, dan neozoikum (disebut
juga kaenozoikum).
1. Archaeikum (tertua)
Zaman paling tua,
berlangsung kira-kira sejak 2.500 juta tahun yang lalu. Pada
waktu itu kulit bumi
masih sangat panas, sehingga belum terdapat kehidupan di atasnya.
2. Palaeozoikum
Zaman kehidupan tua, berlangsung
kira-kira sejak 340 juta tahun yang lalu. Zaman ini sudah ditandai dengan
munculnya tanda-tanda kehidupan, antara lain munculnya binatang- binatang kecil
yang tidak bertulang punggung, berbagai jenis ikan, amfibi dan reptil. Zaman
ini juga disebut zaman pertama (zaman primer).
3. Mesozoikum
Zaman kehidupan pertengahan,
berlangsung sejak kira-kira 140 juta tahun lalu. Kehidupan pada masa ini sudah
sangat beragam, terutama untuk jenis-jenis binatang reptil. Jenis reptil
raksasa mulai muncul (dinosaurus yang panjangnya mencapai 12 meter atau
pun atlantosaurus yang panjangnya bisa mencapai 30 meter). Juga telah
mulai muncul berbagai jenis burung purba dan binatang-bina-tang menyusui yang
hidup di laut. Selain disebut zaman kedua (zaman sekunder),
zaman ini juga disebut zaman reptilia.
4. Neozoikum atau kenozoikum
Zaman kehidupan baru, berlangsung
sejak kira- kira 60 juta tahun yang lalu. Zaman ini dibagi menjadi dua, yaitu
zaman tertier dan zaman kuarter.
Zaman tertier
Pada zaman tertier jenis-jenis reptil
besar mulai punah dan bumi umumnya dikuasai oleh hewanhewan raksasa yang
menyusui. Hewan menyusui ini hidup dengan menyusu pada induknya, dikandung
dalam rahim selama beberapa lama, berdarah hangat, dan berbulu tebal. Contohnya
adalah jenis gajah purba (mammuthus) yang pernah hidup di Amerika Utara
dan Eropa Utara. Pada hewan ini timbul beberapa hal baru yang penting dalam
proses evolusi hewan, yaitu mengunyah dan bersuara. Dalam hewan menyusui ini
terdapat satu golongan hewan yang disebut Primata, yang meli-puti hewan
sebangsa monyet (kungkang), monyet, kera, dan kera manusia. Primata hidup di
pepohon-an,
memiliki kemampuan menggenggam dahan
dan ranting serta menggerak-gerakkan lengan dengan lebih leluasa.
Zaman kuarter
Zaman kuarter berlangsung sejak
kira-kira 3.000.000 tahun yang lalu. Zaman ini sangat penting
bagi kita, karena merupakan awal
kehidupan manusia pertama kali di muka bumi. Zaman ini dibagi menjadi dua,
yaitu zaman plestosin (dilluvium) dan zaman holosin (alluvium).
Zaman plestosin atau
zaman dilluvium
Zaman ini berlangsung kira-kira antara
3.000.000 sampai 10.000 tahun yang lalu. Pada zaman ini panas bumi tidak tetap,
sehingga terjadi berulang kali pengesan (glasiasi). Pada waktu glasiasi, suhu
di bumi menurun dan gletser (salju abadi) yang biasanya hanya terdapat di daerah-daerah
kutub dan puncak-puncak gunung atau pegunungan tinggi me-luas. Akibatnya adalah
terjadinya penutupan es. Misalnya di bagian utara Amerika, Eropa dan Asia. Dari
tempat-tempat tersebut es terus menyebar ke daerah-daerah sekelilingnya. Masa
pelebaran gletser tersebut disebut masa gla-sial (zaman es). Peristiwa pengesan
di zaman plestosin ini terjadi beberapa kali diselingi oleh masa-masa
antarglasial, yaitu waktu suhu bu-mi naik dan es mencair kembali dan
gletser-gletser menarik diri ke tempat-tempat semula.
Pada saat pengesan, daerah tropik
seperti wilayah Asia Tenggara dan Indonesia (sekarang) yang tidak terkena
pelebaran es, keadaan lembab dan mengalami saat yang disebut masa pluvial (masa
hujan). Akibat meluasnya es pada waktu itu, permukaan air laut turun sampai
100-150 meter. Akibat selanjutnya, laut dangkal berubah menjadi daratan.
Daratan-daratan baru ini kemudian menjadi jembatan bagi hewan dan manusia untuk
berpindah-pindah dalam usaha mereka mencari makan atau menghindari bencana
alam. Pada masa plestosin, bagian barat kepulauan Indonesia menyatu
dengan daratan Asia Tenggara. Sementara kepulauan Indonesia bagian timur
menyatu dengan daratan Australia. Daratan yang menghubungkan Indonesia bagian
barat dengan Asia Tenggara disebut Paparan Sunda. Daratan yang
menghubungkan Indonesia bagian timur dengan Australia disebut Paparan Sahul.
Itulah sebabnya terjadi perbedaan antara fauna Indonesia di bagian barat dan
timur. Fauna Indonesia bagian barat lebih mirip dengan yang ada di benua Asia,
yaitu berbadan besar. Sedangkan fauna Indonesia
ba-gian timur lebih mirip dengan yang ada di Aus-tralia, yaitu berbadan lebih
kecil.
Zaman pleistosen sangat
penting karena merupakan periode utama dari evolusi manusia. Pada
masa inilah muncul banyak
hewan menyerupai kera. Diperkirakan manusia sudah menghuni muka bumi sekitar 2
juta tahun lalu. Fosil-fosil tulang manusia dari zaman pleisto-sen menunjukkan bahwa
manusia pada zaman ini mengalami perkembangan. Manusia yang semula tidak bias berjalan
tegak kini mulai me-rangkak, kemudian berjalan tegak, mampu ber-adaptasi, berburu,
dan bercocok tanam. Manu-sia pada zaman pleistosen juga memiliki volu-me otak yang
semakin besar dan mengenal kehi-dupan bersama. Bahasa manusia pun mengalami
perkembangan semakin
kompleks. Kebudayaan yang dikembangkan manusia berkembang secara cepat ketika
manusia mulai mengenal api, mengawetkan makanan, dan menciptakan berbagai alat.
Zaman
holosin atau zaman alluvium
Zaman ini berlangsung
kira-kira sejak 10.000 tahun yang lalu sampai zaman kita sekarang ini. Zaman
yang merupakan akhir zaman plestosin ini ditandai dengan mencairnya es
di mana-mana sebagai akibat dari naiknya suhu di bumi. Banjir bandang terjadi
di sebagian besar permukaan bumi, sehingga daratan yang semula kering menjadi
lautan kembali. Pada zaman ini kemampuan makhluk yang disebut manusia (homo)
sudah semakin meningkat. Manusia sudah mahir membuat peralatan dari batu, kayu
maupun perunggu. Kehidupan sosialnya pun sudah semakin kompleks.
b. Pembabakan zaman
secara arkeologis
Pembabakan atau pembagian
zaman yang ke-dua ini, seperti telah disebutkan sebelumnya, didasarkan atas
hasil-hasil temuan benda-benda purbakala. Benda-benda demikian itu merupakan bukti
autentik kebudayaan manusia yang telah hidup sejak zaman prasejarah sampai
sekarang. Secara umum kita dapat membagi zaman kehidupan manusia menjadi dua
bagian, yaitu zaman batu (zaman prasejarah) dan zaman logam (zaman sejarah).
1. Zaman batu
Dinamakan zaman batu, karena
umumnya alat-alat kehidupan manusia saat itu terbuat dari batu. Zaman batu ini
dibagi empat.
Zaman batu tua
(paleolithikum). Ciri-ciri zaman ini adalah sebagai berikut.
Manusia pada zaman
ini hidup berpindahpindah (nomaden).
Makanan diambil secara
langsung dari alam (food gathering).
Alat-alat yang digunakan
terbuat dari batu yang masih kasar dan belum diasah.
Hasil utama zaman ini
antara lain kapak perimbas (chopper) dan alat serpih (flake).
Zaman batu tengah (mesolithikum).
Ciri-ciri zaman ini adalah sebagai berikut.
Manusia pada zaman ini
masih hidup berpindah- pindah (nomaden) secara berkelompok.
Makanan diambil dari alam (food
gathering).
Umumnya mereka bertempat
tinggal di tepi pantai dan tepi sungai. Ini dapat dibuktikan dengan
ditemukannya gua-gua karang (abrissous roche) dan sampah dapur di sepanjang
pantai (Kjokkenmoddinger).
Diperkirakan sudah ada
unsur kesenian dan religi. Dapat dibuktikan dari temuan gambar telapak tangan
di dinding gua Leang (Sulawesi).
Penelitian para ahli
membenarkan bahwa setiap lukisan/ukiran zaman dulu selalu berhubungan dengan
soal kepercayaan (religius).
Alat-alat yang digunakan
seperti kapak genggam (kapak Sumatera), serpih, bilah, dan alat-alat tulang
sudah diasah sebagiannya. Peninggalan alat ini selain terdapat di Sumatera,
juga terdapat di Flores, Jawa, dan Sulawesi.
Zaman batu besar (megalithikum).
Secara umum diartikan sebagai peninggalan purbakala yang terbuat dari batu besar.
Sejak zaman ini, konsepsi pemujaan nenek moyang dengan menggunakan sarana dari
batu besar mulai dikenal. Pada zaman batu besar, manusia sudah mengenal adanya
konsepsi pemujaan terhadap nenek moyang. Kemudian, tingkat kebudayaan sudah cukup
tinggi, terbukti dari adanya bangunan yang terbuat dari batu besar sebagai
tempat (sarana) pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Jenis-jenis bangunan
bangunan megalithikum antara lain menhir, dolmen, punden berundak-undak, kubur
peti batu, sarkofagus,
dan patung. Bangunan-bangunan
megalithikum dapat diuraikan secara singkat berikut ini.
Menhir
Menhir adalah tonggak batu tegak yang
biasanya belum dibentuk. Ada menhir yang tunggal dan ada yang jamak (berderet,
persegi, dan melingkar). Menhir yang jamak disebut alignments. Menhir
yang melingkar disebut cromtech. Selain itu ada juga yang disebut patung
menhir, yaitu sejenis menhir yang sudah dibentuk menyerupai manusia, walaupun
pengerjaannya masih sangat kasar. Bangunan menhir banyak ditemukan di
Indonesia, seperti di Pasemah (Sumatera Selatan), dan di Bada (Sulawesi Tengah).
Dolmen
Bangunan ini berupa beberapa buah batu
tegak yang ditutup dengan batu monolith. Dolmen memiliki fungsi, antara lain:
sebagai kuburan, tempat sesaji dan pelinggih roh, tempat duduk para kepala suku
atau raja yang masih hidup, pusat kekeramatan. Di Bondowoso (Jawa Timur) dolmen
ini disebut “makam Cina” atau Pandhusa.
Punden berundak-undak:
adalah satu
atau lebih kuburan yang diletakkan di
atas sebuah bangunan berundak. Punden berundak dapat ditemukan di dekat gunung Ar-gapura,
Jawa Timur. Sebagai kuburan, punden berundak-undak ada yang kecil dan ada yang
besar. Umumnya jumlah undak-an berangka ganjil. Di sini terkandung kon-sepsi
atau anggapan bahwa arwah nenek moyang bersemayam di tempat yang
tinggi.
Kubur peti batu
Kubur peti batu merupakan bangunan
yang terdiri dari beberapa lempengan batu yang dibentuk seperti kotak dan di
da-lamnya diletakkan mayat. Atasnya ditutup dengan lempengan batu monolith. Di
Bojo-negoro, kubur peti batu semacam ini di-sebut dengan istilah “Kubur
Kalang”. Kuburan semacam ini juga ditemukan di Kuningan (Jawa Barat).
Sarkofagus
Merupakan bangunan megalithikum yang berbentuk
kubur batu. Sarkofagus dibuat dengan sebuah batu monolith yang ditutup dengan
batu monolith juga (perhatikan perbedaannya dengan kubur peti batu). Biasanya
dinding muka sarkofagus dihias dengan ukiran binatang.
Patung
Patung pada zaman ini masih sangat
sederhana. Pada umumnya melukiskan hewan/ binatang yang kuat dan manusia yang dianggap
sejati.
Zaman batu muda (neolithikum).
Ciri-ciri zaman ini adalah sebagai berikut.
Manusia sudah hidup menetap
(sedenter).
Mereka sudah dapat
menghasilkan makanan sendiri (food producing), tidak hanya mengambil
dari alam.
Pola hidup bermasyarakat
secara sederhana di kampung-kampung dan gua-gua sudah mulai dikenalnya kultus
nenek moyang dengan adanya benda-benda megalitik yang digunakan sebagai tempat
pemujaan.
2 Zaman logam
Pada zaman ini sudah berhasil dibuat
peralatan hidup dari logam, karena saat itu telah muncul
golongan undagi atau golongan yang
terampil dalam melakukan jenis usaha tertentu. Pada zaman ini manusia telah mengenal
cara melebur, mencetak, menempa, dan menuang. Ada dua teknik penuangan benda-benda
dari logam, yaitu: (1) teknik cetakan setangkup atau dua sisi (bivalve);
dan (2) teknik cetakan lilin (a cire perdue). Zaman logam dibagi menjadi
tiga zaman, yaitu zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi.
Zaman tembaga
Di Indonesia tidak ditemukan adanya
peninggalan-peninggalan dari zaman tembaga.
Zaman perunggu
Pada zaman ini telah dikenal logam
campuran antara tembaga dan timah hitam yang menghasilkan perunggu. Teknik
penuangannya dengan menggunakan cara a cire perdue (teknik dikenal cetakan lilin). Alat-alat yang dihasilkan pada zaman
ini antara lain: kapak corong (kapak yang
menyerupai corong), nekara, moko, bejana perunggu,
manik-manik, cendrasa (kapak sepatu).
Zaman besi
Zaman besi adalah zaman
akhir dari masa prasejarah. Alat-alat yang digunakan pada masa ini lebih sempurna
daripada zaman sebelumnya. Dengan masuknya zaman besi ini, maka kebudayaan perunggu
telah digantikan dengan zaman besi. Bangsa Indonesia menerima pengaruh zaman logam
dari daratan Asia. Zaman logam di Indonesia sukar dibagi dalam zaman perunggu
dan za-man besi, kecuali jika pembagian itu semata-mata didasarkan atas alat-alatnya
saja. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa zaman logam di Indonesia ialah
zaman perunggu.
c. Pembabakan menurut
kehidupan sosial-ekonomi
Periodisasi ini pertama
kali dilakukan oleh R.P. Soejono dan digolongkan menjadi tiga,
yakni masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam,
dan masa kemahiran teknik (perundagian). Ketiga masa ini dapat diuraikan secara
singkat berikut ini.
1. Masa berburu dan
mengumpulkan makanan
Masa ini dibagi dua
tingkat, yaitu: (1) Tingkat sederhana: Masa ini dapat disejajarkan dengan
zaman paleolithikum. Hasil
utama adalah kapak perimbas (chopper) dan alat-alat serpih (flakes).
(2) Tingkat lanjut: Zaman ini sejajar dengan zaman mesolithikum. Manusia
pendukungnya sudah hidup di gua-gua. Hasil utamanya adalah alat-alat dari
tulang, serpih bilah, dan kapak genggam.
Kehidupan manusia masa berburu dan
mengumpulkan makanan, dari sejak Pithecanthropus sampai dengan Homo
sapiens dari Wajak
sangat bergantung pada kondisi alam. Mereka tinggal di padang rumput dengan
semak belukar yang letaknya berdekatan dengan sungai. Daerah itu juga merupakan
tempat persinggahan hewan-hewan seperti kerbau, kuda, monyet, banteng, dan
rusa, untuk mencari mangsa. Hewan-hewan inilah yang kemudian diburu oleh
manusia. Di samping berburu, mereka juga mengumpulkan tumbuhan yang mereka
temukan seperti ubi, keladi, daun-daunan, dan buah-buahan. Mereka bertempat
tinggal di dalam gua-gua yang tidak jauh dari sumber air, atau di dekat sungai
yang terdapat sumber makanan seperti ikan, kerang, dan siput.
Ada dua hal yang penting dalam
system hidup manusia Praaksara (masa berburu dan mengumpulkan makanan) yaitu
membuat alat-alat dari batu yang masih kasar, tulang, dan kayu
disesuaikan dengan keperluannya,
seperti kapak perimbas, alat-alat serpih, dan kapak genggam. Selain itu,
manusia Praaksara juga membutuhan api untuk memasak dan penerangan pada malam
hari. Api dibuat dengan cara menggosokkan dua keping batu yang mengandung unsur
besi sehingga menimbulkan percikan api dan membakar lumut atau rumput kering
yang telah disiapkan. Sesuai dengan mata pencahariannya, manusia
Praaksara tidak mempunyai tempat
tinggal tetap, tetapi selalu berpindah-pindah (nomaden) mencari tempat-tempat
yang banyak bahan makanan. Tempat yang mereka pilih di sekitar padang rumput
yang sering dilalui binatang buruan, di dekat danau atau sungai, dan di tepi
pantai. Dalam kehidupan sosial, manusia Praaksara hidup dalam kelompok-kelompok
dan membekali dirinya untuk menghadapi lingkungan sekelilingnya.
2. Masa bercocok tanam
Masa ini dapat disejajarkan
dengan zaman Neolithikum. Hasil utamanya antara lain beliung persegi dan serpih
bilah. Ciri yang penting dari masa bercocok tanam adalah sudah dikenalnya kultus
nenek moyang.
Masa bercocok tanam adalah masa
ketika manusia mulai memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan cara memanfaatkan hutan
belukar untuk dijadikan ladang. Masa bercocok tanam
terjadi ketika cara hidup berburu
dan mengumpulkan bahan makanan ditinggalkan. Pada
masa ini, mereka mulai hidup
menetap di suatu tempat. Manusia Praaksara yang hidup
pada masa bercocok tanam adalah Homo
sapiens, baik itu
ras Mongoloid maupun ras
Austromelanesoid.
Masa ini sangat penting dalam
sejarah perkembangan masyarakat karena pada masa
ini terdapat beberapa penemuan
baru seperti penguasaan sumber-sumber alam. Berbagai
macam tumbuhan dan hewan mulai
dipelihara. Mereka bercocok tanam dengan cara
berladang. Pembukaan lahan
dilakukan dengan cara menebang dan membakar hutan.
Jenis tanaman yang ditanam adalah
ubi, pisang, dan sukun. Selain berladang, kegiatan
berburu dan menangkap ikan terus
dilakukan untuk mencukupi kebutuhan akan protein
hewani. Kemudian, mereka secara
perlahan meninggalkan cara berladang dan digantikan
dengan bersawah. Jenis tanamannya
adalah padi dan umbi-umbian.
Dalam perkembangan selanjutnya,
manusia praaksara masa ini mampu membuat alatalat
dari batu yang sudah diasah lebih
halus serta mulai dikenalnya pembuatan gerabah.
Alat-alatnya berupa beliung
persegi dan kapak lonjong, alat-alat pemukul dari kayu, dan
mata panah.
Pada masa bercocok tanam, manusia
mulai hidup menetap di suatu perkampungan
yang terdiri atas tempat-tempat
tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok oleh
beberapa keluarga. Mereka
mendirikan rumah panggung untuk menghindari binatang
buas. Kebersamaan dan gotong
royong mereka junjung tinggi. Semua aktivitas kehidupan,
mereka kerjakan secara gotong
royong. Tinggal hidup menetap menimbulkan masalah
berupa penimbunan sampah dan kotoran sehingga timbul
pencemaran lingkungan dan
wabah penyakit. Pengobatan dilakukan oleh para dukun.
Pada masa bercocok tanam, bentuk perdagangan bersifat
barter. Barang-barang yang
dipertukarkan waktu itu ialah hasil-hasil bercocok
tanam, hasil kerajinan tangan (gerabah,
beliung), garam, dan ikan yang
dihasilkan oleh penduduk pantai.
3. Masa kemahiran
teknik/perundagian
Masa ini dapat disejajarkan
dengan zaman perunggu. Cirinya, kehidupan sosial mulai kompleks
dan ada peningkatan kultus
nenek moyang. Misalnya sudah dikenal sistem penguburan. Apa yang bisa kamu
simpulkan mengenai pembabakan zaman di atas? Apakah di daerah tempat tinggalmu
kamu masih menemukan kelompok masyarakat yang mempertahankan alatalat dari
batu? Coba cek, mengapa mereka masih mempertahankan jenis alat tersebut!
Perhatikan bahwa pembabakan sejarah tersebut menunjukkan betapa lu-hur dan
agung warisan budaya bangsa Indonesia. Sejak ribuan tahun lalu nenek moyang bangsa
Indonesia sudah mengembangkan alat-alat yang canggih demi memenuhi kebutuhan
hidup mereka.
Masa perundagian merupakan masa akhir Prasejarah di
Indonesia. Menurut R.P. Soejono,
kata perundagian berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah seseorang
atau
sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai
kepandaian atau keterampilan
jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah,
perhiasan kayu, sampan, dan batu
(Nugroho Notosusanto, et.al, 2007). Manusia Praaksara yang
hidup pada masa perundagian
adalah ras Australomelanesoid dan Mongoloid. Pada
masa perundagian, manusia hidup di
desa-desa, di daerah pegunungan, dataran rendah, dan
di tepi pantai dalam tata kehidupan
yang makin teratur dan terpimpin.
Kehidupan masyarakat pada masa perundagian ditandai
dengan dikenalnya pengolahan
logam. Alat-alat yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari sudah banyak yang terbuat
dari logam. Adanya alat-alat dari logam tidak serta
merta menghilangkan penggunaan
alat-alat dari batu. Masyarakat masa perundagian
masih menggunakan alat-alat yang
terbuat dari batu. Penggunaan bahan logam tidak
tersebar luas sebagaimana halnya
penggunaan bahan batu. Kondisi ini disebabkan
persediaan logam masih sangat terbatas.
Dengan keterbatasan ini, hanya orang-orang tertentu
saja yang memiliki keahlian untuk
mengolah logam.
Pada masa perundagian, perkampungan sudah lebih besar
karena adanya hamparan
lahan pertanian. Perkampungan yang terbentuk lebih
teratur dari sebelumnya. Setiap
kampung memiliki pemimpin yang disegani oleh
masyarakat.
Pada masa ini, sudah ada pembagian kerja yang jelas
disesuaikan dengan keahlian
masing-masing. Masyarakat tersusun menjadi kelompok
majemuk, seperti kelompok petani,
pedagang, maupun perajin. Masyarakat juga telah
membentuk aturan adat istiadat yang
dilakukan secara turun-temurun. Hubungan dengan
daerah-daerah di sekitar Kepulauan
Nusantara mulai terjalin. Peninggalan masa
perundagian menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya. Berbagai bentuk
benda seni, peralatan hidup, dan upacara
menunjukkan kepada kita bahwa kehidupan masyarakat
masa itu sudah memiliki kebudayaan
yang tinggi.
terimakasih, artikel di alamat ini sangat lengkap jadi untuk mencari bab pra aksara sangat mudah
BalasHapusAgen Judi Online
BalasHapusAgen Judi
Agen Judi Terpercaya
Agen Bola
Bandar Judi
Bandar Bola
Agen SBOBET
Agen Casino
Agen Poker
Agen IBCBET
Agen Asia77
Agen Bola Tangkas
Prediksi Skor
Prediksi Pertandingan KAZAKHSTAN VS BELANDA 10 Oktober 2015
Prediksi Skor SPORT RECIFE VS AVAI 15 Oktober 2015
Prediksi TORONTO FC VS NEW YORK RED BULLS 15 Oktober 2015
wow ini sangat membantu anak saya dlm mengerjakan tugas. Terima Kasih
BalasHapushttp://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/11/sudah-2-jam-penyidik-kpk-berada-di.html
BalasHapushttp://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/11/kecepatan-partai-nasdem-bikin-jokowi.html
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/11/kpk-periksa-ajudan-setnov-terkait.html
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/11/9-rahasia-menarik-seputar-bandara.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At Dominovip.com ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2
- WHATSAPP : +62813-2938-6562
- LINE : DOMINO1945.COM
- No Hp : +855-8173-4523