Kerajaan Banten
terletak di wilayah Ban-ten di ujung barat Pulau Jawa. Pada tahun 1526, Fata-hillah(Sunan Gunung Jati) berhasil
merebut Sunda Kelapa dan
daerah Banten. Kemudian, ia mengem-bangkan daerah tersebut sebagai pusat perda-gangan dan agama Islam. Kerajaan Banten
menjadi negara yang
merdeka setelah melepaskan diri dari Kerajaan Demak.
Raja Banten pertama
adalah Sultan Hasanuddin (1552-1570), putra
tertua Fatahillah. Pada masa pe-merintahannya, Kerajaan Banten mengalami
kema-juan pesat. Pelabuhan Banten banyak dikun-jungi pedagang-pedagang asing seperti Gujarat,
Cina, Turki, Burma, Keling,
dan Persia. Para peda-gang yang ada di Banten membentuk perkam-pungan menurut daerah asal, misalnya, kampung
Pacinan dan kampung Keling.
Pedagang pribumi juga mem-bentuk kampung-kampung, misalnya Kampung Jawa, Kampung Banda, dan Kampung Melayu. Untuk
menciptakan kehidupan politik dan ekonomi yang baik, Sultan Hasanuddin
mengadakan perkawinan
antarwilayah di Indonesia. Sultan Ha-sanuddin menikah dengan putri Raja
Indrapura. Kemudian, ia diberi
hadiah daerah Selebar yang kaya akan lada. Dengan demikian, ekspor lada
dari Kerajaan Banten
meningkat.
Pada tahun 1570,
Sultan Hasanuddin wafat. Ia digantikan oleh Panembahan Yusuf(1570-1580). Panembahan Yusuf mampu merebut Kerajaan
Pa-jajaran Hindu Pakuan yang berpusat di Bogor pada tahun 1579. Para pendukung
Kerajaan Pajajaran menying-kir ke daerah Banten Selatan. Kelompok ini dikenal sebagai suku Badui. Suku Badui menolak
pengaruh dari luar dan
mempertahankan tradisi dan keper-cayaan mereka yang disebut Pasundan
Kawitan(Pa-sundan yang pertama). Pengganti Panembahan
Yusuf adalah Maulana Muhammaddan bergelar
Kanjeng Ratu Banten. Pada saat itu, ia
masih kanak-kanak. Yang kemudian menjadi walinya adalah Mangkubumi (Perdana Menteri) Ranamanggala.
Pada masa
pemerintahan Kanjeng Ratu Ban-ten, armada dagang Belanda mulai memasuki wilayah Nusantara. Armada dagang Belanda yang
dipimpin Cornelis de Houtman berhasil
berlabuh di Banten
pada 22 Juni 1596. Sepeninggal
Maulana Muhammad, kekuasaan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa,
yang sangat anti Belanda.
Ia menjalin hubungan dengan Sultan Siboridari Ternate, Sultan Turki, dan
Raja Inggris untuk
bersama-sama melawan Belanda. Para ulama dan orang-orang dari Makassar di
ba-wah pimpinan Syeikh Yusuf mendukung usaha Sultan Ageng Tirtayasa.
Setelah Sultan Ageng
Tirtayasa wafat, pemerin-tahannya diteruskan oleh Abdulnasar Abdulkahar yang dikenal dengan nama Sultan Haji(1682-1687). Abdulnasar Abdulkahar memperoleh kedudukan sebagai raja karena mendapat dukungan dari
Be-landa, tetapi ia harus mengadakan perjanjian den-gan Belanda. Perjanjian ini
dikenal dengan nama Perjanjian Banteny ang
isinya antara lain:
- Belanda mengakui Sultan Hajisebagai Raja Banten;
- Banten tidak boleh berdagang di Maluku;
- Hanya Belanda yang boleh mengekspor lada dan memasukkan barang ke wilayah Banten;
- Banten harus melepaskan tuntutannya di Cire-bon.
Pada masa pemerintahan Abdulnasar Abdul-kahar dan sesudahnya, Kerajaan
Banten menga-lami kemunduran. Kemunduran tersebut antara lain disebabkan oleh perang saudara dan
perebut-an kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar