Menurut Prasasti Wurara, buku Negarakertagama,
dan buku Calonarang (yang ditulis pada zaman Majapahit), Raja
Airlangga memerintahkan Mpu Bhara-da membagi Kerajaan Mataram
menjadi:
Kerajaan Janggala dengan
ibu kota Kahuripan, terletak di sebelah utara Sungai Brantas.
Kerajaan Panjalu atau
Kediri dengan ibu kota Daha, terletak di sebelah selatan Sungai Brantas. Airlangga
kemudian menjadi pertapa dengan nama Resi Gentayu. Pada tahun
1049, Airlangga wafat. Ia dimakamkan di Candi Belahan. Kerajaan Kediri
diperintah oleh Sri Samarawijaya (anak Dharmawangsa). Sedangkan
Kerajaan Janggala diperintah oleh Mapanji Garasakan (putera kedua
Airlangga). Setelah Airlangga wafat, terjadi perang saudara antara Janggala dan
Kediri. Perang ini berlangsung sampai tahun 1052. Kurang lebih setengah abad
lamanya tidak ada berita dari kedua
kerajaan ini. Raja pertama yang masuk dalam catatan sejarah adalah Sri
Jayawarsa Digjaya Sastraphrabu. Ia menyebut dirinya sebagai titisan
Wisnu, seperti Airlangga. Dalam sumber sejarah, tokoh ini tidak banyak diceritakan.
Sebagai penggantinya adalah Kameswara (1115-1130 M) yang bergelar
Sri Maharaja Rake Sirikan Sri Kameswara Sakalabhuwanatustikarana
Sarwaniwaryyawirya Parakrama Digjayo-tunggadewa. Pada masa ini, muncul karya
sastra yang sampai sekarang masih dikenal oleh masya-rakat sebagai cerita panji
yang disebut Smaradhahana karangan Mpu Dharmaja, yang
intinya mengi-sahkan tentang kisah cinta Kameswara (Kamajaya) dengan Dewi Ratih
(Candra Kirana). Pengganti Kameswara adalah Jayabhaya (1130-1160
M) yang bergelar Sri Maharaja Sri Dharmeswara Madhusudana Wataranindita
Sulirtsingha Parakrama Digjoyotunggadewa. Dia dikenal juga sebagai
peramal yang jitu. Karya sastra yang dihasilkan pada pemerintahan Jayabhaya
adalah kitab Bharatayuda oleh Mpu Sedah dan Mpu
Panuluh.
Jayabhaya digantikan oleh Sarweswara
(1160- 1170 M). Sarweswara kemudian digantikan oleh Aryyeswara,
Gandra, dan Srungga. Yang tercatat sebagai raja
terakhir dari Kerajaan Kediri adalah Kertajaya (1200-1222 M) yang
akhirnya dengan ter-paksa harus menyerahkan kerajaannya kepada Si-ngasari (Ken
Arok).
� > / �� 0� eningkatkan
kemakmuran negerinya. Pada masa pemerintahannya, kitab Mahabharata
berhasil disadur ke dalam bahasa Jawa Kuno. Kemajuan Kerajaan Mataram
waktu itu tergantung kepada pelayaran dan perdagangan. Yang menjadi
saingan berat Kerajaan Mataram waktu itu adalah Kerajaan Sriwijaya
yang menguasai jalur laut India-Indonesia-Cina. Letak Sriwijaya memang sangat
strategis yakni dekat dengan per-airan Selat Malaka. Perdagangan Mataram waktu
itu tergantung kepada sikap Kerajaan Sriwijaya. Dharmawangsa
mempunyai keinginan melakukan
ekspansi wilayah ke luar
Jawa. Pada tahun 990, Dharmawangsa menyerang Sriwijaya dengan mengirimkan tentara
ke Sumatra dan Semenanjung Malaka. Penyerangan ini tidak berhasil. Pada tahun
1017, Raja Wurawari menyerang Dharmawangsa. Raja Wurawari adalah
bawahan
Kerajaan Mataram. Diduga
Raja Wurawuri menyerang Dharmawangsa atas dorongan Kerajaan Sriwijaya. Waktu
itu, Dharmawangsa sedang melaksanakan perkawinan antara puterinya dengan Airlangga.
Akibat penyerangan tersebut, seluruh keluarga Dharmawangsa terbunuh. Peristiwa
ini disebut Pralaya. Hanya Airlangga yang berhasil meloloskan diri dari
Pralaya ini. Menurut Prasasti Pucangan disebutkan bahwa Airlangga dapat
meloloskan diri dari serangan Raja Wurawari, kemudian masuk ke dalam hutan
bersama hambanya yang bernama Narottama. Waktu itu Airlangga
menyingkir ke hutan Wonogiri. Di tempat pelarian itu, Airlangga bertemu dengan para
pertapa dan penyembah dewa. Selama dia hidup di antara para brahmana, ia mendapat
pelajaran tentang agama, filsafat, dan seluk-beluk pemerintahan.
c. Pemerintahan
Airlangga
Pada tahun 1019, Airlangga
dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sri Lakeswara Dharmawangsa
Airlangga Anantawikrama Dharmatunggadewa. Mula-mula wilayah
kekuasaan Airlangga hanya merupakan daerah yang kecil, karena wilayah yang
besar pada masa Dharmawangsa terpecah-pecah setelah peristiwa Pralaya. Masa
pemerin-tahan Airlangga sebagian besar digunakan untuk menundukkan kembali raja
bawahannya. Pada tahun 1029, Airlangga menyerang Wuratan dan berhasil
mengalahkan rajanya yang bernama Bhismaprabawa. Tahun 1030
Airlangga berhasil mengalahkan Raja Wijaya dari Kerajaan Wengker yang
merupakan musuh terkuat. Airlangga berhasil mengalahkan Raja Wurawari
pada tahun 1032. Pada tahun 1035, Raja Wengker memberontak
kembali, tetapi berhasil dikalahkan. Pada tahun 1037, Airlangga berhasil
mempersatukan seluruh
daerah kekuasaan Mataram. Ibu kota kerajaan
yang pada awalnya terletak di Waton Mas, pada
tahun 1037 dipindahkan ke Kahuripan. Narottama, seorang pengikut
yang setia kemudian diangkat menjadi Rakyan
Kanuruhan. Airlangga kemudian membangun
pertapaan di Gunung Pucangan. Untuk meningkatkan
kehidupan rakyatnya, Airlangga membuat pelabuhan di ujung Galuh di muara Sungai
Brantas dan Bendungan Waringin Sapta.
Bendungan ini berguna untuk mengairi sawah-sawah penduduk. Sawah-sawah rakyat
yang hancur akibat banjir dibangun kembali.
Pada masa pemerintahan Airlangga,
pelabuhan Kambang dan Ujung Galuh ramai dikunjungi kapal-kapal asing dari
berbagai bangsa, misalnya dari India, Burma, Campa, dan Kamboja. Kedatangan orang-orang
dari mancanegara tersebut dapat menambah penghasilan masyarakat sekitar dan memperluas
cakrawala pergaulan mereka. Bidang kesusastraan juga mendapat perhatian. Salah
satu karya sastra pada masa pemerintahan Airlangga ialah Kitab Arjunawiwaha gubahan
Mpu Kanwa. Dalam kitab itu diceritakan mengenai usaha Arjuna
mencari senjata sakti yang dapat memenangkan Pandawa dalam Perang Mahabarata. Kerajaan
Mataram yang telah dipersatukan Airlangga akhirnya dibagi dua untuk mencegah terjadinya
perang saudara di antara kedua anak laki-lakinya. Namun anaknya yang sulung,
yaitu Sanggrama Wijayatunggadewi tidak mau menjadi raja. Ia
memilih menjadi pertapa dan disebut Dewi Kilisuci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar