Pada abad
ke-16, di Semenanjung Sulawesi Se-latan terdapat dua kerajaan, yaitu Gowa dan
Tallo. Kedua kerajaan ini sangat erat
hubungannya. Ke-mudian, kedua kerajaan ini bersatu menjadi Kera-jaan
Gowa-Tallo. Setelah bersatu kedua kerajaan itu lebih dikenal sebagai
Kerajaan Makassar.
Makassar
merupakan salah satu kota di Gowa. Perkembangan agama Islam di Kerajaan
Makassar sejalan dengan perkembangan perdagangan
di Pe-labuhan Makassar yang banyak dikunjungi peda-gang dari Demak, Bugis, dan
Malaka.
Para pedagang
menyebarkan agama Islam. Agama Islam mulai masuk di kerajaan ini
set-elah mubaligh atau ulama Dato’ri Bandang dari Minangkabau datang menyiarkan agama Islam kepada
masyarakat dan raja-raja Makassar. Pada tahun 1650, agama Islam secara resmi
disebarkan di Makassar. Proses islamisasi ini
dijalankan secara damai.
Perkembangan
agama Islam lebih meluas lagi setelah Raja Tallo, Karaeng Matoaya,
yang merang-kap Mangkubumi Kerajaan Goa (bergelar Sultan Abdullah)
dan Raja Gowa yang bernama Daeng Manrabia (bergelar Sultan Alaudin)
memeluk agama Islam pada tahun 1605. Kedua raja
ini sangat giat menyebarkan agama Islam ke seluruh daerah kerajaannya. Oleh
karena itu, Makassar menjadi pusat kerajaan Islam pertama di Sulawesi.
Raja atau Sultan
Alaudin wafat pada tahun 1639. Ia digantikan putranya yang bernama Sul-tan
Muhammad Said(1639-1653). Di bawah pe-merintahannya, banyak kemajuan yang
dicapai. Pelabuhan Somba Opu dibangun sehingga semakin ramai dikunjungi
pedagang-pedagang dari dalam dan luar negeri.Kekuasaan Kerajaan Makassar
berkembang terus sampai Pulau Solor di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Puncak kejayaan Makassar ter-jadi pa-da masa pemerintahan Sultan Hasanuddin yang mempunyai sikap sama dengan
ayahnya yaitu sa-ngat benci terhadap kekerasan Belanda. Oleh ka-rena itu, ia
berusaha untuk mengusir Belanda dari Makassar. Sikap tegas, gigih, serta tidak
mau berkompromi dengan Belanda, membuat Sultan Hassanuddin dijuluki oleh Belanda
sebagai “Ayam Jantan dari Timur” (de haan van oosten).
Tahun 1660, Aru Palakamemberontak dan ber-khianat
kepada Kerajaan Makassar dengan memin-ta bantuan Belanda. Persekutuan Aru
Palaka dengan Belanda semakin kuat, sehingga mampu menekan Kerajaan Makassar. Tekanan-tekanan
yang terus dilancarkan oleh pihak pemberontak atas hasutan Belanda, akhirnya memaksa
Sultan Hassanuddin menandatangani suatu perjanjian, yang disebut Perjanjian
Bongaya(1667). Isi Perjanjian Bongaya tersebut, yaitu:
-
VOC
memperoleh hak monopoli dagang di Makassar;
-
Belanda
mendirikan benteng di Makassar;
-
Makassar
harus melepaskan daerah jajahan-nya seperti Bone dan pulau-pulau di luar
Ma-kassar;
-
Aru
Palaka diakui sebagai Raja Bone;
-
Semua
kapal Makassar harus mendapat izin dari Belanda untuk dapat bebas berlayar;
-
Makassar
harus membayar 250.000 ringgit serta menyerahkan 1.000 budak kepada VOC.
Setelah diadakan Perjanjian Bongaya, Sultan Hasanuddin
mengerahkan seluruh kekuatan untuk mengusir Belanda dari Makassar. Usahanya
gagal dan Makassar akhirnya di-kuasai Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar